Makalah "Hadist Maudu - Ulumul Hadist" - Akmal, Fahrija dan Wahyunita #MPI24


MAKALAH ULUMUL HADIST


TENTANG

HADIST MAUDU

 


Dosen Pengampu:

H. Budi Darmawan, M.Pd


 

Disusun Oleh:

Akmal 

Fahrija

Wahyunita


 


 MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-WASHLIYAH

ACEH TENGAH

2024


                                                                                         

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb

Puji Syukur kita ucapkan Kehadirat Allah S.W.T dengan ucapan Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Yang mana Allah telah memberikan kesahatan, kelapangan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hadis Maudu”.

Shalawat beserta salam juga tidak lupa kita kirimkan kepada Nabiyullah Muhammad S.A.W  dengan Ucapan Allahumma Shalli ala Muhammad wa Ala ali Muhammad. Yang mana beliau telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Makalah ini memuat tentang Pendahuluan, Pembahasan, Penutup dan Daftar Pustaka. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang berperan penuh dalam penyusunan makalah ini. Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami materi ini dapat menambah wawasan pengetahuan.

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan makalah dimasa akan dating. Mohon maaf jika ada kesalahan mulai dari penulisan, bahasa maupun kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua.


                                                                                                            Takengon,    Oktober 2024


 

                                                                                                                           Penulis


 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Di dalam agama Islam ada 2 pedoman yang di gunakan dalam menjalankan ibadah, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Pada umumnya umat Islam menjadi kan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam di samping al-Qur’an, karena tanpa menggunakan hadis, syariat Islam tidak tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak dapat dilaksanakan sesuai yang dicontoh kan oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk memahami ayat al-Qur’an tentu diperlukan gambaran kondisi sosial ketika ayat itu turun, misalnya bagaimana hubungan antara rentetan peristiwa dengan turunnya ayat, bagaimana memahami ayat-ayat mutasyabih, dan lain sebagainya. Informasi dan penjelasan semacam itu dapat diperoleh di dalam hadis. Oleh sebab itu Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW diyakini oleh umat Islam sebagai sumber pokok ajaran Islam, sehingga orang Islam tidak mungkin mampu memahami syari’at Islam tanpa kembali kepada kedua sumber tersebut.


1.2    Rumusan Masalah


1.      Apa Definisi dari Hadist Maudu?

2.      Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Hadist Maudu?

3.      Apa Faktor yang melatar belakangi Munculnya Hadist Maudu?

4.      Bagaimana cara  mengetahui Hadist Maudu?


1.3    Tujuan

1.      Mengetahui Definisi Hadist Maudu

2.      Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Hadist Maudu

3.      Mengetahu Faktor yang melatar belakangi Munculnya Hadist Maudu

4.      Mengetahui Tentang Hadist Maudu



BAB II

PEMBAHASAN


2.1    Definisi Hadist Maudu

            Secara etimologi kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti al-isqath (menggugurkan), al tark (meninggalkan)’ al-iftira’ wa iltilaq (mengada ada atau membuat buat).

Sedangkan secara terminologi menurut Ibn Al-Shalah dan ikuti oleh Al Nawawi.

Hadis Maudhu’ berarti: “ وَهو المختلق المصنوع “ Yaitu sesuatu (hadist) yang diciptakan dan dibuat.

ما نسب الى رسول الله عليه و سلم اختافا وكذبا مما لم يقله او يفعله او يقره “Yaitu hadis yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya di buat buat dan di ada adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengadakannya, memperbuat, maupun menetapkanya.”

Dari definisi di atas, terlihat sederhana Ibn Al-Shalah menyatakan bahwa Hadis Maudhu’ adalah المخلق المصنوع, yaitu hadis yang diciptakan dan di buat buat atas nama Rasulullah SAW, dan oleh karena itu Hadis Maudhu’ tersebut adalah hadis yang paling buruk statusnya di antara hadis hadis dha’if, dan karena itu pula tidak di benarkan dan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan tentang kemaudhu’-annya.

Definisi definisi di atas juga menjelaskan bahwa Hadis Madhu’ pada dasarnya adalah kebohongan atau sengaja di ada-adakan yang selanjutnya di nisbahkan oleh pembuatnnya kepada Rasullah SAW, dengan maksud dan tujuan tertentu.


2.2       Sejarah dan Perkembangan Hadist Maudu

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, apakah telah terjadi pada masa Nabi masih hidup, atau sesudah masa beliau. Di antara pendapat-pendapat tersebut adalah

1.    Sebagai para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadis sudah terjadi sejak masa Rasulullah SAW masih hidup. Pendapat ini, di antaranya, dikemukakann oleh Ahmad Amin (w. 1373 H/1954 m). Argumen yang dikemukan oleh Ahmad Amin adalah hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa barang siapa yang secara sengaja membuat berita bohong dengan mengatas namakan Nabi, maka hendaklah orang itu bersiap-siap menepati tempat duduknya di neraka.

إن كذبا علي ليس ككذب عل أحد، ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار


Hadis tersebut, menurut Ahmad Amin, memberikan gambaran bahwa kemungkinan besar telat terjadi pemalsuan hadis pada zaman Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, Ahmad Amin tidak memberikan bukti-bukti, seperti contoh hadis palsu yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mendukung dugaannya tentang telah terjadinya pemalsuan hadis ketika itu. Dan sekalipun hadis yang dikemukakannya sebagai argumennya tersebut adalah merupakan hadis Mutawatir, namun karena sandaran pendapatnya hanya kepada pemahaman (yang tersirat) pada hadis tersebut, hal itu tidaklah kuat untuk dijadikan dalil bahwa pada zaman nabi telah terjadi pemalsuan hadis.


2.      Shalah Al-Dhin Al-Adabi berpendapat bahwa pemalsuan hadis yang sifatnya semata-mata melakukan kebohongan terhadap Nabi Muhammad SAW, atau dalam pengertiannya yang pertama mengenai Al-Wadh’ sebagai mana telah di uraikan, dan berhubungan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi, dan hal itu dilakukan oleh orang munafiq. Sedangkan pemalsuan hadis yang berhubungan masalah agama atau dalam pengertiannya kedua mengenai Al-Wadh’, belum pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.

Al-Adabi menjadikan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thahawi (w. 321 H/933 m) dan Al-Thabrani (w. 360 H/971 m) sebagai argumen untuk mendukung pendapatnya. Kedua riwayat tersebut menyatakan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatas namakan Nabi. Orang tersebut mengaku telah di beri kuasa oleh Nabi Muhammad SAW untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar Madinah. Orang tersebut telah melamar seorang gadis dari masyarakat itu, namun lamaran tersebut tenyata ditolak. Karena merasa curiga masyarakat tersebut mengutus seseorang kepada Nabi untuk mendapat konfirmasi tentang kebenaran utusan yang datang kepada mereka. Orang yang mengatas namakan Nabi tersebut ternyata bukanlah utusan Nabi, dan karenannya Nabi Muhammad SAW memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong tersebut, dan apabila ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar jasad orang tersebut di bakar. Hadis yang dipergunakan sebagai dalil oleh Al-Adabi, berdasarkan penelitian para ahli hadis ternyata sanadnya lemah dan oleh karenannya tidak bisa di jadikan dalil.


3.       Kebanyakan ulama hadis berpendapat, bahwa pemalsuan hadis baru terjadi untuk pertama kalinya adalah setelah tahun 40 H, Pada masa kekhalifahan ‘Ali Ibnu Abi Thalib, yaitu setelah terjadinnya perpecahan politik antara kelompok ‘Ali di satu pihak dan Mu’awiyah dengan pendukungnnya di pihak lain, serata kelompok ke tiga yaitu kelompok Khawarij yang pada awalnya adalah pengikut ‘Ali, namun ketika ‘Ali menerima tahkim,

mereka keluar dari, bahkan terbalik menentang, kelompok ‘Ali di samping juga menentang Mu’awiyah. Masing-masing kelompok berusaha untuk mendukung kelompok mereka dengan berbagai argumen yang di cari mereka dari Al-Qur’an dan Hadist, dan ketika mereka tidak mendapatkannya, maka merekapun membuat hadis-hadis palsu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa belum terdapat bukti yang kuat tentang telah terjadinya pemalsuan hadis pada masa Nabi SAW, demikian juga pada masa-masa sahabat sebelum pemerintahan ‘Ali Ibnu Abi Thalib. Hal demikian adalah karena begitu kerasnya peringatan yang di berikan Nabi SAW terhadap mereka yang mencoba-coba untuk melakukan dusta atas nama beliau.


2.3       Faktor-faktor Munculnya Hadist Maudu

            Ada dua hal yang mendasari muncul nya pemalsuan hadis, yakni: 

1. Belum terhimpunnya hadis Nabi dalam suatu kitab.

 2. Kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam. 

Keadaan ini dimanfaatkan secara tidak bertanggung-jawab oleh orang orang tertentu. Mereka membuat hadis palsu berupa pernyataan-pernyataan yang mereka katakana bersumber dari Nabi, padahal Nabi sendiri tidak pernah menyata kan demikian.

Pemalsuan hadis tidak hanya dilaku kan oleh orang-orang Islam saja, melainkan juga telah dilakukan oleh orang-orang non Islam. Orang-orang non Islam membuat hadis palsu, karena mereka didorong oleh keinginan meruntuhkan Islam dari dalam.18 Orang-orang Islam tertentu membuat hadis palsu karena mereka didorong oleh ber bagai tujuan, antara lain:


1.      Pertikaian politik

Terjadinya pertikaian politik di kalangan umat muslim dimulai sejak masa pemerintahan Ali bin Abi Talib berdampak pada munculnya hadis-hadis maudhu’ untuk mendukung faksi masing-masing golongan.

Contoh hadis yang dibuat faksi Syi’ah untuk meyakinkan umat muslim bahwa yang berhak menjadi khalifah sesudah Nabi adalah Ali bin Abi Talib bukan Abu Bakar, Umar, atau Usman sebab khilafah telah diwasiatkan Nabi kepadanya:

ىي ثيرا َ و َ و يي ي يصَ و اًّ ي ي ل َ ع َّني إ َ و ٌّ ىيصَ و ٍّ ي بَِ ن ِّلُكي ل   

Artinya: Tiap-tiap Nabi mempunyai orang yang mendapat wasiat dan sesungguhnya Ali adalah orang yang mendapat wasiat dan pewarisku.


2.      Siasat musuh-musuh Islam

Musuh Islam yang terlibat dalam pemalsuan hadis dikenal dengan kaum Zindik. Mereka senantiasa berusaha merusak akidah Islam, mengaburkan nilai nilai kebaikan, dan memecah belah umat Islam dengan berbagai cara, misalnya menyamar sebagai kelompok Syi’ah, zuhud, tasawuf atau filsafat dan ahli hikmah.

 Menurut Hammad ibn Zayd, kaum Zindik telah memalsukan tidak kurang dari 14.000 hadis, sedang Abd al-Karim ibn ‘Auja mengaku telah membuat 4.000 hadis yang menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan hal yang halal.

 Contoh hadis yang dibuat oleh Muhammad ibn Sa’ad al-Syana’i (orang Zindik) yang mengaburkan makna hadis dengan menam bah lafad ُللها َ ءا َش ْني إ dalam hadis Nabi yang terdapat dalam riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan lainnya.

للها َ ءآَش ْني إ ىي د ْ ع َ ب َّ ي بَِ نَلا َْ يِّ يي بَّنلا َُ تَا َ خ اَ نَأ

Artinya: Aku adalah penutup para nabi dan tidak ada nabi sesudahku, insya Allah (jika Allah menghendaki).


3.      Primordialisme dan Chauvinisme

Diskriminasi yang yang dialami non Arab (‘Ajami) pada pemerintahan Bani Umayyah, bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam persoalan jabatan bahkan dalam pembagian harta baik dari harta rampasan perang maupun hadiah hadiah antara orang Arab dan non Arab tidak sama.

 Dalam menghadapi situasi demikian, maka orang-orang non Arab yang mayoritas bangsa Persia berusaha meningkatkan prestise bangsanya dengan jalan membuat hadis maudhu’, misalnya:

ي ةَّ ي ي سي راَ فْلاي ب يشْ ر َ عْلا َ ل ْ و َ ح َ نْ ي ي ذَّ لا َ مَلاَك َّني إ

 Artinya: Sesungguhnya pembicaraan orang-orang sekitar ‘Arsy menggunakan bahasa Persia.

Dengan adanya ungkapan (hadis maudhu’) itu yang mengklaim bahwa bahasa para Malaikat penjaga ‘Arsy adalah bahasa Persia, mendorong orang-orang Arab menanggapi dengan cara membuat hadis maudhu’ juga, yang berbunyi:

 ُ ةَّ ي ي سي راَ فْلا يللها َ لىي إ ي تا َ غلُّ لا ُضَ غ ْ بَأ

 Artinya: Bahasa yang paling dibenci Allah adalah bahasa Persia.

Dengan adanya ungkapan (hadis maudhu’) itu yang mengklaim bahwa bahasa para Malaikat penjaga ‘Arsy adalah bahasa Persia, mendorong orang-orang Arab menanggapi dengan cara membuat hadis maudhu’ juga, yang berbunyi:

 ي ُ ةَّ ي ي س ي راَ فْلا يللها ل ىي إ َ تا َ غلُّ لا ُ ض َ غ ْ بَ

Artinya: Bahasa yang paling dibenci Allah adalah bahasa Persia.

Kejadian ini tentu menjadi cikal bakal persaingan antara orang Arab dan non Arab. Setelah dinasti Bani Umayah diruntuhkan oleh dinasti Bani Abbasiyah yang bersekutu dengan orang-orang Persia, merekapun membentuk pemerintahan ber sama. Meskipun orang-orang Persia telah mempunyai kekuasaan dalam pemerin tahan, namun karena mereka sangat fanatik dan primordial, tetap menuntut sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari bangsa Persia sendiri, bukan bangsa Arab. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa hanya merekalah yang berhak menjadi khalifah karena mereka berasal dari ras istimewa. Sikap bangsa Arab dan non Arab itu mendorong masing-masing pihak untuk berkompetisi dan mempromosikan bangsanya dengan berbagai cara, di antaranya membuat hadis-hadis maudhu’.


4.      Fanatisme mazhab fikhi dan kalam

Hadis maudhu’ juga tercipta dari para pengikut mazhab, baik dalam bidang fikhi atau ilmu kalam. Mereka menciptakan hadis-hadis maudhu’ dalam upaya mendu kung dan menguatkan pendapat, hasil ijtihad dan pendirian imam mereka. 28 Contoh hadis maudhu’ yang dibuat oleh Ma’mun ibn Ahmad: 

 ُ هَل َ ةَلاَ ص َلاَ ف يع ْ وُكًّ رلا ي فِ ي ه ْ ي َ د َ ي َ عَ ف َ ر ْ ن َ م

 Artinya: Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di waktu ruku’, maka tidak sah shalatnya.

Hadis maudhu’ ini digunakan seba gai dalil pijakan oleh Muhammad ibn ‘akasyah seorang pengikut fanatik mazhab Abu Hanifah menegur pengikut mazhab lain yang mengangkat tangan sebelum dan sesudah ruku’ dalam shalat.

Begitu juga pengikut fanatik dalam bidang ilmu kalam yang menyatakan bahwa al-Qur’an bukan makhluk, ia qadim. 30 Untuk memperkuat pendiriannya, maka mereka membuat hadis maudhu’ yang berbunyi:  

 َ رَ فَك ْ دَ قَ ف ٌقوُلَْ مَ ُنآ ْ رُ قْلَ ا َ لاَ ق ْ ن َ م      

 Artinya: Barang siapa yang mengatakan al Qur’an itu makhluk, maka ia kafir.


5.      Kultus individu

Sikap fanatik terhadap golongan, politik, atau mazhab menyebabkan sebagian pengikut mereka mengkultuskan pemimpin nya. Misalnya golongan Syi’ah mengkultuskan Ali bin Thalib, lalu mereka membuat hadis palsu, yang berbunyi:

 َ رَ فَك ْ دَ قَ ف َ بََأ ْ ن َ مَ ف ي رَشَ بْلا ُ ر ْ ي َ خ ٌّ يي ل َ ع  

Artinya: Ali adalah sebaik-baik manusia, maka barang siapa yang membangkang ter hadapnya, maka ia kafir.

Isi dari pernyataan itu tentu tidak dapat diterima karena Ali bukanlah manusia yang ma’shum sebagaimana halnya Nabi Muhammad saw. yang tidak pernah keliru. Dengan demikian, pembangkangan terhadap Ali atau tidak mengikuti kelompok Syi’ah bukanlah sesuatu hal yang menyebabkan seseorang itu menjadi kafir.


6.      Pembuatan cerita

Para ahli cerita (al-qashas) mulai marak pada akhir masa Pemerintahan Harun al-Rasyid dan semakin menjamur pada masa-masa sesudahnya. Untuk menarik simpati orang banyak atau agar para pendengarnya kagum terhadap kisah atau cerita yang disampaikan, atau untuk mendapatkan imbalan materi, maka mereka tidak segan-segan menyatakan bahwa cerita itu berasal dari sabda Nabi, demi untuk menguatkan kandungan kisah atau cerita yang cenderung bersifat berlebihan atau tidak masuk akal.

Contoh hadis maudhu’ yang berbunyi:

ي إ َ هَلي إ َلا َ لاَ ق ْ ن َ م َن ْ و ُ ع ْ ب َ س ُ هَل ا ً ر ي ئاَط ُللها َ قَ ل َ خ ُللها َّلا ٍ ةَ غُل يفْلَأ َن ْ و ُ ع ْ ب َ س ٍ نا َ سي ل ِّلُكي ل ٍ نا َ سي ل يفْلَأ ُ هَل َن ْ و ُ ر ي فْ غَ ت ْ سَ ي

Artinya: Siapa yang mengucapkan la ilaha illa Allah, Allah akan menciptakan seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah, dan masing-masing lidah menguasai tujuh puluh ribu bahasa yang akan memintakan ampunan baginya.


7.    Pendekatan pada Penguasa

Salah satu cara seseorang untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari penguasa adalah membuat sebuah hadis yang berisi sesuatu yang menyenang kan penguasa. Cara pendekatan kepada penguasa seperti itu tidak pernah terjadi pada masa Bani Umayah, nanti pada masa Bani Abbasiyah khususnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Mahdi muncul seperti yang dilakukan Giyas di waktu dia datang menghadap Khalifah al-Mahdi, dia menemukan Khalifah sedang mengadu burung merpati, maka diapun berkata:

 ُ هَّ للا ىَّ ل َ ص ي هَّ للا ُ لو ُ س َ ر َ لاَ ق َ ق َ ب َ س َ لا َ مَّ ل َ س َ و ي ه ْ يَ ل َ ع ْ وَأ ٍّفُ خ ْ وَأ ٍ لْصَ ن ي فِ َّ لاي إ ٍ ر ي فا َ ح ٍحا َ ن َ ج ْ وَأ   

Artinya: Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada perlombaan kecuali pada perlombaan memanah, balapan unta, kuda atau mengadu burung”.

 Apapun yang dilakukan oleh Giyas menunjukkan bahwa ia telah menambahkan

matn hadis dengan perkataan وَأ ٍحا َ ن َ ج (atau mengadu burung) sesuai dengan kesena ngan Khalifah al-Mahdi dari matn hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. yang berbunyi:

 ُ هَّ للا ىَّ ل َ ص ي هَّ للا ُ لو ُ س َ ر َ لاَ ق َ لاَ ق َ ة َ ر ْ ي َ ر ُ ه ي بَِأ ْ نَ ع ْ وَأ ٍ ر ي فا َ ح ي فِ ْ وَأ ٍّفُ خ ي فِ َّ لاي إ َ ق َ ب َ س َ لا َ مَّ ل َ س َ و ي ه ْ يَ ل َ ع ٍ لْصَ ن )دوؤاد وبأ هاور

Artinya: Hadis riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak kaki (unta), yang berkuku (kuda) serta memanah (HR. Abu Daud)

Lafad tambahan dengan kata ْ وَأ ٍجا َ ن َ ج pada akhir matn hadis riwayat Abu Daud dari Giyas ibn Ibrahim yang membuat Khalifah al-Mahdi senang, sehingga ia memberikan hadiah kepada Giyas sebesar 10.000 dirham.


8.      Keinginan berbuat baik tanpa dasar Pengetahuan Agama

Hadis yang dibuat oleh sebagian orang saleh yang ilmu pengetahuan agamanya dangkal, dengan maksud memotivasi manusia untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

Contoh hadis yang mereka buat:  

 ل َ ع ٌ ما َ ر َ ح ُ ة َ ر ي خَْ لْا َ و ي ة َ ر ي خَْ لْا ي لْ هَأ ىَ ل َ ع ٌ ما َ ر َ ح ا َ يْ نُّدلَ ا يللها ي لْ هَأ ىَ ل َ ع ٌ ما َ ر َ ح ُ ة َ ر ي خَْ لْاو ا َ يْ نُّدلا َ و ا َ يْ نُّدلا ي لْ هَ

Artinya: Dunia ini haram bagi ahli akhirat dan akhirat haram bagi ahli dunia, sedang dunia dan akhirat haram bagi ahli Allah.

Albani menyatakan bahwa hadis tersebut berasal dari kalangan sufi yang ingin menabur benih akidah sufiyah dengan alasan mendidik jiwa, padahal mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haram kan. Perbuatan ini merupakan dosa besar. Jadi, tujuan seseorang membuat hadis palsu disamping ada yang negatif, ada juga yang positif. Namun apapun latar belakang dan tujuannya, pembuatan hadis palsu tetap merupakan perbuatan tercela dan menyesat kan.


2.4       Tanda-tanda Hadist Maudu

            Para ulama telah membuat kaidah kaidah untuk menjadi dasar pegangan dalam menetapkan hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if.40 Demikian pula para ulama telah membuat kaidah-kaidah yang menjadi dasar dalam menetapkan hadis-hadis maudhu’. Untuk mengetahui ke-maudhu’-an suatu hadis dapat dilihat pada dua tanda, yakni:

1.      Tanda-tanda pada periwayat

A.    Atas dasar pengakuan para pelakunya

seperti Abu Ismah bin Abu Maryam. Abu Ismah pernah ditanya: Dari mana kamu dapat hadis yang disandar kan kepada Ikrimah, sedang ia tidak pernah meriwayatkan hadis yang demi kian itu? Ia menjawab: Ada gejala umat lebih menekuni fikhi Abu Hanifah dan magazhi (kisah-kisah perang) susunan Muhammad bin Ishaq daripada al Qur’an, maka saya buat hadis itu untuk mengantisipasi gejala itu.

B.     Tidak sesuai dengan fakta sejarah

Seorang periwayat mengaku menerima hadist dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut.

Contoh: Ma’mun ibn Ahmad al-Harawi mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Ammar. Maka ibnu Hibban bertanya: Kapan Ma’mun datang ke negeri Syam? Ma’mun menjawab: Tahun 250. Ibnu Hibban pun berkata bahwa Hisyam ibn Ammar itu wafat tahun 245. Jadi Hisyam ibn Ammar yang diakui oleh Ma’mun sebagai guru telah wafat lima tahun sebelum Ma’mun datang berguru.

Dengan demikian, apa yang diriwayatkan Ma’mun dapat dikategori kan sebagai hadis maudhu’.

C. Periwayat dikenal seorang Pendusta

Hadis dapat pula diketahui ke maudhu’-annya dengan melihat kepada keadaan si periwayat, seperti kasus Giyas ibn Ibrahim yang membuat hadis maudhu’ dengan tujuan pendekatan pada penguasa.


2.                 Tanda-tanda pada matan

A.    Kerancuan redaksi atau makna hadis

Periwayat yang mengaku meriwayat kan hadis dengan makna, kemudian menyampaikannya dengan susunan kalimat yang rancu dan keserasian bahasanya juga rancu, maka tidak diragukan lagi bahwa ia merusak makna hadis dan tidak dapat diterima. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani yang dikutio oleh Nuruddin ‘Itr, dikatakan bahwa kerancuan makna hadis bersmber dari kehinaan dan kekurangan, sedang agama Islam itu dengan berbaai aspek nya amat indah.

B.     Tidak terdapat dalam hapalan para periwayat dan kitab-kitab hadis

Kalau ada hadis yang tidak dikenal oleh seorang hafiz besar yang hapalan nya telah meliputi seluruh hadis atau sebagaian besar hadis dan tidak tertulis dalam kitab-kitab hadis atau sekurang kurangnya ter-tulis dalam kutub al sab’ah, maka cukuplah hal itu sebagai bukti bahwa hadis tersebut maudhu’.

C.    Menyalahi ketentuan-ketentuan yang ada

Hadisnya menyalahi ketentuan akal dan tidak dapat di-ta’wil-kan atau mengandung hal-hal yang ditolak oleh perasaan, kejadian empiris, dan fakta sejarah.

D. Bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an

 Hadis mutawatir, atau ijma’ dan tidak dapat dikompromikan Apabila ada hadis yang berten tangan dengan dalil ma’qul (rasio), menyalahi dalil mauqul (al-Qur’an dan sunah Rasul), merusak ushul (prinsip prinsip agama), tidak dapat dikom promikan, atau tidak dapat ditemukan titik temunya antara hadis yang dikaji itu dengan hadis-hadis shahih, maka dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut maudhu’.

Dari beberapa tanda-tanda hadis maudhu’ yang penulis paparkan itu dapat dijadikan dasar untuk menyelamatkan hadis-hadis Nabi dari hadis maudhu’. Bahkan ulama hadis telah menyusun berbagai kaidah-kaidah untuk penelitian ke shahih-an matn dan sanad hadis. Dalam hubungan ini, muncul pula berbagai macam ilmu hadis. Di antara ilmu hadis yang sangat penting dalam upaya penelitian sanad hadis adalah ‘Ilmu Rijal al-Hadis dan ‘Ilmu Jarh wa al-Ta’dil.

Dengan munculnya berbagai macam ilmu hadis dan telah dibukukannya hadis, mengakibatkan ruang gerak para pembuat hadis maudhu’ sangat sempit. Selain itu, hadis-hadis Nabi yang tersebar di masyara kat telah tertulis dalam kitab-kitab hadis yang telah diteliti dan diketahui kualitasnya.


 




BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, mka dapat dirumuskan beberapa kesimpulam sebagai berikut:

1.       Hadis maudhu’ adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw., baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, padahal Rasul sendiri tidak pernah mengucapkan, melakukan atau menetapkan.

2.      Pemalsuan hadis muncul akibat tidak terhimpunnya hadis-hadis Nabi dalam suatu kitab sebagaimana halnya al Qur’an dan kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, sehingga kondisi itu dimanfaatkan orang-orang Islam mapun non Islam membuat hadis hadis palsu dengan tujuan-tujuan tertentu.

3.      Dengan munculnya hadis-hadis maudhu’ mendorong ulama hadis menciptakan suatu kaidah ke-sahih-an hadis dalam usaha menyelesaikan dan menghimpun hadis-hadis yang benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad SAW


3.2     Saran.

      Adapun saran bagi penulis dan pembaca makalah ini yaitu:

1.      Membaca buku-buku yang membahas secara khusus tentang Hadist Maudul.

2.      Mengikuti kajian-kajian yang membahas topik ini.

3.      Mencari informasi dari Buku agar lebih valid.

4.      Mencari informasi di internet melalui situs-situs yang terpercaya.


DAFTAR PUSTAKA


H. Mukhlis Mukhtar , Hadis Maudhu dan Permasalahannya

Pengertian Hadis Maudhu' Dan Sejarah Perkembangan Hadis Maudhu' - mahlil.com (Di akses tanggal 7 Oktober 2024).

Post a Comment for "Makalah "Hadist Maudu - Ulumul Hadist" - Akmal, Fahrija dan Wahyunita #MPI24"